Pages

Ads 468x60px

Labels

Featured Posts

Rabu, 11 Desember 2013

                                                                  Kau

Kau...
Yang tak pernah kulihat rupanya
Yang tak pernah kudengar suaranya
Yang tak pernah kutahu siapa dirinya

Tahukah kau?
Kau orang yang terpilih
Terpilih untuk mendengar suara hatiku
Terpilih untuk jadi sahabat dalam hidupku
Terpilih untuk jadi sahabat dalam hidupku

Tanpa bicarapun...
Angin, langit, laut, matahari
Bintang dan bulan tak tahu bagaimana kita akan bertemu
Bagaimana kita akan berbincang
Karena hanya Dialah yang tahu dimana dan kapan saatnya
Semuanya telah tertulis dalam kitab yang jauh sekali disana
Yang tak seorangpun dapat menjamahnya
Lauh Mahfuz yang telah ditulis olehNya

Kau...
Yakinlah bahwa aku disini menunggumu
Yakinlah bahwa aku orang yang baik untukmu
Yakinlah bahwa Allah pasti mempertemukan kita
Ketika kau yakin itu, aku juga akan yakin untuk setia menantimu
Calon jodohku...

Jumat, 19 April 2013

KENANGAN


KENANGAN

Kenangan itu tercipta karena ada aku dan dirimu. Dirimu yang muncul dengan sosok yang tak terlupakan. Sosok yang tak pernah bisa kutemui dalam diri setiap orang. Karena sosok itu, sosok yang hanya ada pada dirimu.

Kenangan itu ada karena kita menciptakannya. Kita telah mengukir banyak cerita dalam lembaran dunia. Dan harapan untuk terus melanjutkannya akan tetap ada. 

Kenangan itu berawal dari pertemuanku dan dirimu. Pertemuan yang mengiaskan senyum bahagia dalam setiap coretannya. Pertemuan yang telah mengisi semua relung hatiku dengan cinta. 

Kenangan itu berlanjut karena kita merajutnya. Rajutan dari benang kasih dan cinta. Canda tawa, tangis telah melengkapi semua lukisan indah dalam rajutan kita.

Kenangan itu akan selalu ada bersama kita. Meski maut telah menghentikan langkah-langkahmu bersamaku. Tapi, jalan masih akan terus berlanjut. Dimana kenangan itu masih akan selalu ada, selalu teringat. 

Kenangan itu membuatku bahagia telah menjadi bagian dari perjalanan hidupmu. Aku akan selalu tersenyum meski tanpa kau disisiku. Perpisahan itu memang tak pernah terencanakan. Tapi, kau dan aku tahu, memang selalu ada yang lebih berkuasa untuk merencanakannya. Aku takkan pernah menyesal telah hidup bersamamu. Aku takkan pernah menyesal kau meninggalkanku lebih dulu. Aku takkan menyesal melihat guguran daun dan merasakan hembusan angin tanpa kau disisiku. Karena ada kenangan yang kau tinggalkan bersamaku. Terimakasih cintaku.
                                                          

Minggu, 31 Maret 2013

Bahasan SNMPTN dan SBMPTN


Kali ini, aku bakalan ngupas soal SNMPTN, yang sekarang namanya udah diubah. Yang undangan tetap SNMPTN, sedangkan yang tulis namanya jadi SBMPTN. Kenapa harus SNMPTN yang dikupas?? Jawabannya adalah karena SNMPTN adalah awal bagi kita, pelajar-pelajar Indonesia untuk belajar bidang yang spesifik dan menyenangkan bagi kita, untuk selanjutnya kita amalkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama akan saya bahas adalah SNMPTN Undangan. Jadi, yang mengikuti SNMPTN ini adalah orang-orang yang benar-benar diundang dan memiliki nilai yang lebih  diantara yang lain. Tapi, tentunya tidak semua peserta undangan pasti diterima di penguruan tinggi yang mereka pilih. Karena program-program masuk PT ini diikuti oleh semua pelajar SMA/SMK dan sederajat dari seluruh Indonesia. Yang diperlukan oleh para pesertanya adalah doa dan usaha. Yang paling penting adalah restu dari orang tua.
Yang kedua adalah mengenai SNMPTN Tulis atau sekarang menjadi SBMPTN. Program yang satu ini benar-benar program seleksi yang sangat ketat, karena jumlah pesertanya tidak dibatasi.
Tips-tips yang saya berikan untuk kalian yang megikuti SBMPTN adalah
a)    Ambil jurusan yang benar-benar kamu senangi pada pilihan pertama. Untuk pilihan kedua, pilih jurusan yang benar-benar jadi pertimbangan, gradenya harus lebih rendah dari yang pertama, atau biasanya jurusan yang peminatnya sedikit. Tapi ingat, jangan asal memilih. Pilih jurusan yang benar-benar senang kalau kamu melakukannya. Kalau kamu memang tidak ada bayangan untuk pilihan kedua, ikuti saran orang tua, minta pertimbangan. Jurusan pilihan pertama maupun kedua harus selalu kalian bicarakan dengan orangtua.
b)   Siapkan semuanya dengan matang. Ikut bimbel salah satu caranya. Tapi, kalau memang ada kesulitan saat ikut bimbel atau memang tidak ada biaya untuk ikut bimbel, kalian bisa membeli buku SNMPTN, baru atau bekas sama saja, asalkan isinya bagus. Pilih buku latihan SNMPTN yang memuat soal SNMPTN paling tidak 5 atau 7 tahun yang lalu. Pilih buku yang memuat soal dan jawaban yang rinci. Lihat bagian pembahasan, apa kalian cukup mengerti dengan penjelasan yang diberikan atau tidak. Kalau tidak, pilih buku yang lain.
c)    Siapkan waktu dan tempat yang nyaman untuk belajar. Jangan belajar di tempat yang tidak bisa membuat kalian konsentrasi dengan semuanya. Meski 1 jam kalian belajar, asalkan sangat berkualitas, maka itu akan sangat bermanfaat. Kalau meman tidak bisa belajar dalam waktu lama, 1 jam belajar, 1 jam istirahat, 1 jam belajar lagi. Kalau mengerjakan soal, kalian pilih paling mudah dulu. Kalau belajar, kalian pilih yang paling sulit, kerjakan dulu semampunya, kalau tidak bisa, lihat pembahasan dan praktekkan (bukan hanya dilihat). Mencoba selalu lebih baik.
d)   Doa selalu utama, minta restu dari orang tua sebelum berangkat tes SBMPTN.
e)   Siapkan alat tulis dan kelengkapan lainnya paling tidak 1 hari sebelumnya.
f)    Saat mengerjakan soal. Kerjakan semampunya. Usahakan jawaban kalian rata di semua mata pelajaran. Jangan meng-anaktirikan salah satu mata pelajaran. Itu akan jadi bumerang bagi kalian.  TPA banyak memberikan kontribusi, tapi usahakan kalian jawab semaksimal mungkin semua mata pelajaran untuk hari pertama maupun kedua.
g)   Telitilah semua kelengkapan di lembar soal, nama, kode soal, dll. Salah satu saja tidak diisi, misal kode soal maka jawaban kalian akan percuma saja.

Kenapa saya selalu mengingatkan tentang doa dan restu orang tua? Restu Allah SWT sangat bergantung dari restu orang tua. Kenapa saya bilang seperti ini, karena ini sudah tercatat dalam hadist Rasulullah SAW dan bukan hanya saya yang mengalami, banyak teman-teman saya yang merasakan hal serupa. Saya pernah memaksakan untuk memilih jurusan teknik, karena saya suka Fisika dan Matematika. Itu pertimbangan saya, orang tua juga sepertinya mendukung-mendukung saja. Tapi, ketika saya sudah memilih jurusan itu di SNMPTN Tulis, dan beberapa bulan saya melihat hasilnya, ternyata saya tidak lulus. Dan sebelum itu, ibu memang seperti tidak rela melepas saya di teknik, terlalu banyak anak lelakinya, pulangnya akan larut malam, dan pekerjaannya sepertinya sangat berat. Saya menyadari semua itu, tapi saya terlanjur memilih. Ketika saya ikut SNMPTN Tulis, saya konsultasikan benar-benar dengan ibu saya, alhamdulillah ibu dan saya sepakat memilih Farmasi. Setelah tes, doa selalu terpanjatkan padaNya. Tidak pernah putus ibu sholat malam, saya pun begitu. Tapi saya masih ada putusnya. Ketika pengumuman telah mencapai waktunya, saya lihat bersama dengan ibu dan teman saya Desi yang juga ikut SNMPTN. Awalnya Desi dulu yang melihat, Desi masuk Akutansi UNEJ dan alhamdulillah saya masuk Farmasi UA. Betul-betul perjuangan yang berat. Tapi, sejak itu saya semakin percaya bahwa Alllah SWT selalu punya rencana yang terbaik bagi kita. Jangan pernah menyerah pada satu titik.

4.” Dan sesungguhnya hari kemudian itu daripada yang sekarang (permulaan)”
(Adh Dhuha ayat 4)

Dan ada satu ayat lagi, tapi saya lupa surat apa dan ayat berapa, tapi kurang lebih seperti ini.

“Apa yang menurutmu baik, belum tentu baik menurut Allah”.

So, bagi kalian yang lulus SNMPTN maupun SBMPTN, saya ucapkan selamat, jangan lupa syukurannya ya.

Surat Ibrahim Ayat 7
7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."

Bagi yang belum lulus, jangan sedih. Insyaallah ada kesempatan lain yang lebih baik.

Senin, 04 Februari 2013

Affan dan Maryam


Affan dan Maryam

         
          Pagi hari yang cerah itu kumulai dengan mencuci baju semua orang rumah. Tiba-tiba abah memanggilku. Aku sedikit terusik dengan adanya kotak cincin di atas meja dan adanya umi disana. "Apakah ini waktunya?" Pikirku. Abah akhirnya menyuruhku duduk dan perlahan mulai berkata, "Mariyam, sudah ada yang mengkhitbahmu. Dia adalah anak teman yang sudah abah anggap sebagai saudara. Menurut abah, laki-laki ini sangat baik untukmu. Agamanya baik, pendidikannya baik dan abah sudah mengenal keluarganya sebagai keluarga yang baik pula. Abah hanya memberikan masukan, keputusan terserah padamu". Umi pun ikut dalam pembicaraan, "Pikirkan dulu Mariyam, umi dan abah hanya menginginkan kebahagiaanmu". Mendengar perkataan umi, aku pun bertanya, "Apakah abah dan umi yakin dengan orang ini?". Abah hanya menjawab, "Melihat agamanya saja sudah membuat abah yakin dengannya". Aku tahu jika abah sudah mengatakan keyakinannya pada seseorang, pastilah orang ini dapat dipercaya. Tanpa berpikir panjang aku menjawab khitbah itu, "Aku terima khitbahnya abah. Katakan itu padanya. Aku ikhlas jika abah dan umi juga ikhlas menyerahkanku padanya".
         Mendengar aku mau menikah, sepupuku Annisa langsung berkunjung ke rumah. Saat dia datang, aku begitu senang karena hanya dia saudara perempuanku. Kakakku, Rofiq dan Hakim, mereka laki-laki dan semuanya telah menikah. Aku hanya hidup bertiga dengan abah dan umi di rumah dekat pesantren abah. Aku tidak pernah merasa kesepian karena ada banyak teman santri dari pesantren abah. Kuliahku di Al Azhar telah ku selesaikan. Abah menyuruhku pulang setelah itu. Katanya sudah saatnya mengamalkan ilmu yang ku dapat untuk negara sendiri yang sangat membutuhkan. Globalisasi telah mengikis nilai-nilai agama yang ada dan perintah bagi setiap muslim untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina. Itu yang menjadikan abah merelakanku pergi menuntut ilmu di Al Azhar. Sekarang abah menyuruhku untuk mengamalkan ilmu di pesantrennya, mengajarkan dan membimbing kaum muda yang sudah terjerat budaya-budaya asing menuju pada budaya Islam yang lebih baik dan terang jalannya. Dari kecil, aku selalu mengikuti perkataan umi dan abah karena aku percaya, hanya mereka yang pasti ikut sedih ketika aku menangis dan ikut bahagia ketika aku tertawa.
       Suatu hari, ada pengajar baru yang datang ke kantor abah ditemani dengan seorang ibu yang kuduga adalah ibunya. Lama sekali mereka di kantor abah. Entah apa yang dibicarakannya. Setelah selesai mengajar, seperti biasanya aku mampir ke kantor abah untuk mengajaknya pulang bersama. Tapi, pengajar baru dan ibunya itu masih ada disana. Kuurungkan niatku untuk menemui abah. Aku langsung pulang ke rumah. Setelah pulang, abah tidak menceritakan apapun tentang tamu yang datang itu. Aku merasa abah aneh saat itu. Tapi, mungkin ini adalah hal biasa, mungkin pengajar itu adalah pengajar baru yang butuh bimbingan lagi dari abah sehingga ibunya juga ikut bertamu dalam waktu yang cukup lama.
       Keesokan harinya, aku datang seperti biasa ke kantor para ustadzah. Hari itu pun terasa sangat aneh. Para ustadzah keluar masuk kantor ustadz. Padahal biasanya jika ada ujian dan rapat, baru ada ustadzah yang keluar masuk kantor ustadz. Aku akhirnya ikut pergi ke kantor ustadz bukan karena aku ingin tahu alasan para ustadzah, tapi karena aku ingin menanyakan laporan bulanan yang diminta abah tempo hari pada ustadz Sholehudin. Tanpa menoleh kanan kiri, aku langsung menuju meja ustadz Sholehudin untuk menanyakan laporan bulanan itu. Setelah menyerahkannya, ustadz Sholeh mengenalkanku dengan ustadz baru. Setelah melihatnya, aku langsung tahu alasan para ustadzah keluar masuk kantor ustadz. Harus kuakui, ustadz itu memang tampan, wajahnya putih bersih. Namanya Affan Hakim Abrar. Itulah pertemuan pertamaku dengan ustadz Affan.
     Setelah ustadz Affan mengajar, semakin riuh ustadzah-ustadzah itu membicarakannya. Karena aku sudah tidak tahan, jadi aku bicara pada abah soal ini. Tapi, abah hanya bilang itu bukan masalah yang besar, nanti juga terbiasa. Aku mencoba untuk bersabar lagi. Mungkin memang benar kata abah, pasti setelah satu atau dua minggu lagi, mereka pasti akan terbiasa.
      Benar kata abah, setelah dua minggu, ada ustadzah yang sudah tidak membicarakannya lagi. Tapi, masih lebih banyak yang membicarakannya. Jujur, aku risih sekali. Seharusnya sebagai ustadzah, mereka harus menjadi contoh yang baik untuk para santri dan lingkungannya. Dan yang paling membuatku risih adalah ustad Affan sendiri. Sudah tahu dibicarakan banyak orang, bukannya memberikan pengertian yang baik, malah seperti terus mau bergaya setiap hari. Baru kali ini aku merasa benar-benar kesal pada seseorang.
      Tak sengaja aku bertemu ustadz Affan selesai mengajar. Aku akhirnya memberanikan diri untuk bicara padanya. "Ustadz, saya mau bicara sebentar" Tanyaku. "Ya ustadzah, ada apa? Sepertinya penting sekali." Jawab ustadz Affan. "Apakah ustadz tahu kalau para ustadzah selama ini banyak membicarakan ustadz?" Tanyaku. "Tidak ustadzah, saya tidak mengetahui apapun tentang itu. Apakah ustadzah sudah berusaha mengingatkan?" Tanyanya. "Saya sudah mengingatkan berkali-kali ustadz, bahkan saya pernah melaporkan hal ini pada abah. Tapi, abah hanya menanggapi secara biasa. Saya mohon pada ustadz, jangan lagi bersikap atau berbuat sesuatu yang membuat mereka membicarakan ustadz." Kataku. "Maaf ustadzah, selama ini saya tidak merasa bersikap atau berbuat yang aneh-aneh. Saya hanya bersikap dan berbuat selayaknya seorang pengajar. Memangnya apa yang dibicarakan? Apa mungkin mereka membicarakan kebaikan saya?" Tanyanya. Aku sempat jengkel sekali mendengar jawabannya itu, seolah-olah dia selalu melakukan kebaikan sepanjang hidupnya. "Kalaupun mereka membicarakan kebaikan ustadz, tetap saja itu hal yang tidak diperbolehkan. Saya yakin ustadz juga tahu tentang hal itu." Kataku. "Tapi, apabila mereka membicarakan tanpa membandingkan, saya pikir itu masih diperbolehkan." Jawabnya. Semakin aku mendengar jawabannya, semakin aku jengkel padanya. "Tetap saja, mungkin sekarang tidak, tapi esok hari siapa yang akan tahu? Saya mohon ustadz, tolong bersikap sewajarnya saja. Dan tolong bantu saya mengingatkan mereka ustadz, ini juga kewajiban ustadz karena juga telah mengetahuinya." Kataku. "Tentu ustadzah" Jawabnya. "Terimakasih. Saya permisi dulu. Assalamualaikum." Jawabku. "Waalaikumsalam warohmatullahhiwabarokatuh..." Jawabnya. Sejak itu, aku sering berdebat dengan ustadz Affan. Tapi anehnya, di setiap pertengkaranku dengannya, aku selalu merasakan sedikit kebahagiaan. Aku hanya berpikir, mungkin karena selama ini aku tak pernah punya teman yang bisa kuajak bertengkar. 
                Suatu hari, ada seorang perempuan cantik datang ke pesantren. Awalnya dia menemui abah di kantornya. Setelah aku bertanya pada abah, ternyata dia adalah pengajar ilmu fiqih yang baru. Dia bernama Syakira Nabila. Dia juga adalah lulusan Al Azhar dan teman baik ustadz Affan disana. Sejak ada ustadzah Nabia, ustadz Affan lebih banyak berbincang dengannya. Kedekatan antara mereka berdua semakin jelas terlihat. 
               Hari itu hari Jumat. Seperti biasa, akan dilaksanakan pengajian rutin di pesantren. Aisyah juga datang, ingin membantu dan menemuiku. Sore itu, abah menyuruhku menemui ustadz Affan, untuk memberitahukan bahwa abah ingin dia menggantikannya untuk memimpin pengajian dan memberikan sedikit ceramah disana karena abah sedang ada keperluan. Hampir sampai aku di rumah ustadz Affan, aku melihat ustadzhah Nabila disana. Aku tak mendengar dengan jelas apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Mereka terliihat serius sekali. Aku semakin mendekat. Dan aku mendengar ustadzah Nabila berkata bahwa ia telah mencintai ustadz Affan sejak di Kairo, ia ingin ustadz Affan menjadi imam dalam keluarganya nanti. Aku tersentak mendengarnya. Tanpa sadar, air mata mulai menetes di pipiku. Aku langsung berlari meninggalkan tempat itu. Aisyah melihatku dan mulai mengejarku. Dia menghentikan langkahku. "Ada apa? Kenapa kamu berlari, dan kenapa kamu menangis?" Tanyanya. Tak lama kemudian, ustadz Affan dan ustadzhah Nabila keluar ke jalan. Aku hanya memendanngnya sambil menangis. Aisyah akhirnya melirik ke arah ustadz Affan. "Apa karena itu?" Tanyanya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku Aisyah, kenapa air mataku terus menetes melihat mereka berdua, hatiku rasanya sakit sekali. Apa yang terjadi padaku Aisyah?" Jawabku. "Apa kamu telah jatuh cinta padanya?" Tanyanya. Aku terus saja menangis tanpa mengatakan apapun. "Katakan Maryam! Apa kamu mencintai ustadz Affan? Aku akan bilang ini pada abahmu supaya pernikahanmu tidak dilanjutkan saja." Jawabnya. "Tunggu Aisyah! Aku mohon, jangan bilang ini pada abah, tanggal pernikahanku telah ditentukan. Pada pengajian minggu depan, abah akan mengumumkannya ke semua orang di pesantren. aAku tidak mau mempermalukan abah di depan siapapun. Lagi pula, aku yang mengambil keputusan saat itu, jadi aku akan tetap menjalankannya. Mungkin ini hanya emosi sesaatku. Berjanjilah padaku Aisyah, kau tak akan bilang ini pada abah." Pintaku. Aisyah hanya memandangku dengan ratapan yang sedih dan dia mulai mengiyakan permintaanku.
              Hari begitu cepat berlalu, hari pernikahanku sudah tinggal beberapa hari lagi. Aku hanya mencoba untuk terus ikhlas menerima semuanya. Hari ini aku akan mencoba kebaya' yang akan kugunakan saat pernikahan nanti. Aisyah selalu ada di sampingku. Saat aku mencoba kebaya’ku, handphone Aisyah berdering. Entah siapa ynag menelpon, tapi Aisyah terlihat sangat tegang. Dia hanya menatapku. “Lekas ganti bajumu, aku akan menunggu di luar.” Katanya. Aku jadi semakin khawatir, Aisyah tidak pernah terlihat seserius ini. Dia membawaku ke rumah sakit. “Siapa yang sakit?” Tanyaku. Lagi-lagi, dia hanya menatapku dan langsung menarik tanganku. Akhirnya kami tepat di depan ruang IGD. Disana ada abah, umi dan lainnya. Aku semakin bertanya, siapa yang sakit. Setelah beberapa lama, aku baru menyadari bahwa ustadz Affan tidak disana. Aku mulai panik. Aku terus berdzikir mengingat Allah. Dan mamang benar, ustadz Affan yang ada disana. Dia mengalami kecelakaan saat hendak pergi ke rumah ibunya. Setelah dipindahkan dari IGD, abah dan umi yang terlebh dahulu mellihat keadaan ustadz Affan di kamarnya. Ustadz Affan masih terbaring koma. Kini giliranku dengan Aisyah yang menjenguknya. Aku langsung menangis melihat dia terbaring dan belum sadar. Pelan-pelan aku berjalan, kemudian duduk di sampingnya. Tangisku semakin menjadi. “Ustadz, sadarlah ustadz, aku mohon sadarlah. Jangan membuat semua orang khawatir seperti ini. Ustadz, aku tidak pernah membencimu jadi tolong jangan pergi. Ustadz, ketahuilah, di setiap marahku padamu, aku selalu menyisipkan rasa cinta di dalamnya. Aku tahu perasaan ini tidak pantas ustadz karena pernikahanku tinggal menghitung hari. Tapi, aku hanya ingin kau tahu, bahwa disini akan ada orang yang selalu menunggumu, orang yang selalu ingin melihatmu, orang yang selalu mengukir namamu di dalam hatinya. Dan orang ini adalah aku. Terlepas apakah ustadz memiliki perasaan yang sama atau tidak, aku akan selalu berdoa untukmu. Jika memang Allah mengijinkan kita bersama, maka aku akan sangat senang. Tapi, jika Allah menghendaki yang lain. Maka aku akan tetap melanjutkan pernikahan dan aku akan mencoba ikhlas menerimanya.” Tangisku.
          Setelah menjenguk ustadz Affan, aku dan Aisyah pulang bersama abah dan umi. Sesampainya kami di rumah, abah mengajakku bicara. “Maryam, apa benar kau cinta pada ustadz Affan? Saat abah ingin masuk mengingatkanmu agar tidak terlalu lama, Abah mendengar semua yang kau katakan tadi. Apa benar itu Maryam?” Tanya abah. “Maafkan Maryam abah, Maryam memang mencintai ustadz Affan. Tolong abah batalkan pernikahan ini. Mana bisa aku menjadi istri yang baik jika aku telah mencintai orang lain?” Jawabku. “Maafkan abah Maryam. Abah tidak akan bisa membatalkannya. Pernikahanmu sudah disiapkan secara matang. Jadi, ikhlaslah menerima semuanya.” Jawab abah.
          Keesokan harinya, ustadz Affan masih belum sadar. Aku disini hanya meratap dan berusaha ikhlas seperti kata abah. Tapi, hatiku sangat sakit. Mana bisa aku menikah sedangkan ustadz Affan terbaring sakit disana. Aisyah selalu berusaha menenangkanku. Sudah dua hari terlewati, masih belum ada kabar dari ustadz Affan dan dua hari lagi adalah hari pernikahanku.
          Akhirnya hari pernikahanku tiba. Tangisku tak bisa kutahan. Rias wajah juga tak bisa menutupi kesedihanku. Aisyah mengusap air mata di pipiku. “Percayalah, Allah ingin kau bahagia.” Katanya menenangkan. Aku dibimbing Aisyah menuju masjid. Terlihat sudah ada abah dan umi disana. Banyak dari pengajar dan santri yang datang. Sudah terlihat juga, calon suamiku duduk di hadapan penghulu sedang menungguku. Aku duduk pelan-pelan. Aku tak memperhatikan apapun di sekitarku. Aku hanya terus berusaha menahan tangisku. “Sudah siap?” Tanya penghulu. “Ya” Jawab calon suamiku. Mendengar suaranya, aku langsung menolehnya. Subhanallah, dia adalah ustadz Affan. “Subhanallah...” Kataku. Aku lantas menoleh abah dan abah hanya tersenyum dan menggangguk. Pada akhirnya, abah yang menikahkanku dengan ustadz Affan. Setelah pernikahan, ustadz Affan ternyata harus kembali ke rumah sakit untuk perawatannya yang belum selesai. Aku bertanya padanya, kenapa tiba-tiba dia yang ada di sampingku? Dia pun menjawab sambil tersenyum kecil, “Pertemuan pertama kita bukanlah di pesantren ini. Melainkan di kereta saat kita di Kairo. Saat itu, kau mengambilkan tiketku yang terjatuh. Saat itulah, aku mulai menaruh perhatian padamu. Aku juga melihatmu saat ada pertemuan dengan KBRI. Saat itulah aku tahu namamu. Aku mencari informasi-informasi tentang dirimu. Dan hanya hal baik yang aku dengar tentang dirimu. Saat aku tahu nama ayahmu, aku ingat ayahku pernah berbincang dengan nama itu di telepon. Lantas aku bertanya pada ayahku, dan ternyata ayahmu adalah teman baik ayahku. Pemilik pesantren, memiliki dua orang putra dan satu orang putri yang masih belajar di Kairo. Setelah aku lulus dari Al Azhar, aku membicarakan niatku menikahimu dengan ayahku. Dia langsung setuju. Setelah kau lulus, aku menyampaikan khitbah itu pada abahmu. Dan kau setuju meski tanpa melihat fotoku. Jadi, aku berusaha memperkenalkan diriku padamu dengan cara lain, dengan menjadi ustadz disini. Aku juga ingin, kita menikah atas dasar cinta. Dan aku berharap, dengan aku berada disini, lebih sering bertemu, kau bisa mencintaiku. Tapi, ternyata kau lebih sering marah padaku.” Aku bertanya lagi, “Bukannya ustadz masih sakit?”. “Aku memang kecelakaan waktu itu. Aku ingin tinggal di rumah sebelum kita menikah. Saat kau menangis menjengukku, aku mendengar ucapanmu. Dan keesokan harinya aku sadar, tapi masih belum kuat untuk berjalan. Tapi, alhamdulillah Allah telah mengijinkanku datang saat pernikahan kita. Aku bisa berjalan walau belum sembuh total.” Jawabnya. “Dan bagaimana dengan ustadzah Nabila?” Tanyaku penasaran. “Dia hanya kuanggap sebagai sahabat. Kalaupun dia menyukaiku, aku akan lebih memilihmu. Karena aku yakin kau adalah pilihan Allah untukku. Karena aku yakin, pertemuan kita memang telah diatur olehNya.” Jawabnya. “Jadi istriku... Kau boleh marah ataupun tersenyum sepanjang hari kepadaku. Aku akan menerimanya. Tapi, tolong berhentilah menangis karena merasa mencintai orang yang salah.” Katanya sambil tersenyum padaku. Allah selalu punya rencana indah untuk kita dan aku percaya itu. Affan dan aku, Maryam sekarang telah hidup bahagia dalam naungan kasih sayangNya.
THE END